Uber dan Lyft berpendapat bahwa gugatan yang diajukan pada tahun 2020 oleh Jaksa Agung California Rob Bonta dan Komisioner Buruh Lilia Garcia-Brower untuk pembayaran yang tertunda atas upah minimum, lembur, dan manfaat lainnya tidak sah karena pekerja yang bersangkutan telah menandatangani perjanjian arbitrase dengan perusahaan-perusahaan tersebut.
Mahkamah Agung California pada bulan Januari juga menolak untuk mendengar banding atas keputusan pengadilan tingkat rendah yang menemukan bahwa pejabat negara tidak terikat oleh perjanjian arbitrase yang tidak mereka tandatangani.
Hakim Pengadilan Banding California Jon Streeter memutuskan pada bulan September tahun lalu bahwa pejabat negara California sedang menegakkan hukum ketenagakerjaan negara dan bukan menggugat atas nama pekerja. Hal ini berarti perjanjian arbitrase yang ditandatangani oleh para pengemudi tidak relevan dengan kewenangan negara.
"Pejabat publik yang mengajukan tindakan ini tidak mendapatkan kewenangan mereka dari para pengemudi secara individual tetapi dari kewenangan statutori independen mereka untuk mengajukan tindakan penegakan hukum perdata," tulis Streeter dalam pendapatnya.
Gugatan-gugatan tersebut diajukan sebelum pemilih menyetujui Proposisi 22 pada November 2020, yang memberikan kemampuan kepada perusahaan-perusahaan penyedia layanan tumpangan untuk tetap mengklasifikasikan pengemudi sebagai kontraktor independen.
Jadilah yang pertama membalas diskusi umum ini.